Kekuatan Rasa Memaafkan

Jika bicara tentang buah hati. Terasa tak bisa berhenti untuk menulis. Jiwa terus memapah memahami tingkah polahnya. Ibrahim laki-laki kecilku. Yang tak kubiarkan berkeliaran bebas di luar sana dengan teman sebayanya. Bukan karena sekedar rasa takutku  yang terlalu berlebihan dengan kegilaan jaman ini yang sering tak diduga ada kejahatan-kejahatan yang banyak dilakukan meski dari tangan-tangan kecil. Agniaku gadis remaja yang tak kubiarkan terjamah dengan terbiasa berkeliaran di luar rumah. Mereka adalah amanah yang harus kubekali maksimal dari dalam rumah. Bagiku mereka ibarat sebuah produk makanan mewah dan aku sebagai quality control yang harus memberi kemasan terbaik dan terkuat. Jikapun suatu ketika makanan itu terjatuh ke jalanan. Masih bisa terpunguti isinya jika kemasannya kuat. Ini filosofi kecil dari gambaran tentang menjaga buah hati. Ketika membersamai mereka,ketika menatap mereka saat terlelap,ketika memahami mereka saat bersalah,semuanya gambaran tentang hebatnya belajar.

Aku masih merasakan rasa bersalah yang terkadang mengusik hati. Ketika kubiarkan Agnia memiliki rasa sedih selama 6 tahun,selama di sekolah formal,sebelum aku mengenal dan belajar menjadi ibu profesional. Tak sedikitpun aku membenci sekolah formal meski akhirnya banyak yang kusesali. Jika anakku kerapkali menikmati bullying,dia bilang tak mampu menjadi diri sendiri.
"Ummi,untuk hebat itu haruskah kita menjalani sesuatu yang tidak kita cintai?"

Akhirnya aku memutuskan dengan segala keterbatasan yang kumiliki untuk mereka bisa nyaman belajar di rumah atau kata kerennya homeschooling dan benar-benar homeschooling tunggal,hanya ada aku dan suami yang menjadi guru. Berat terasa saat mengawali semua. Semua mencerca dan mencibir bahkan suamiku menolak pada awalnya. Teman-teman menjauh meski tidak ekstrem,keluargapun sedikit banyaknya berkata nyinyir. Meski terasa sakit,meski terasa melukai. Aku coba memahami arti ketidakpercayaan mereka.
" Nanti mau jadi apa kalau anakmu tak sekolah!"
"Ih sayang banget,koq anaknya tidak bersosial?"
"Pasti nanti anak-anaknya akan seperti kuda yang keluar dari kandang."
Dan banyak lagi kata yang membuatku harus meneteskan banyak airmata untuk mengawali sebuah kekuatan yang terhebat untuk anak-anakku. Bukan cuma aku yang menikmati verbal bullying tapi Agnia dan Ibrahimpun tak luput. Butuh perjuangan bagiku untuk membuat mereka tetap kuat dan bangga dengan homeschooling kami yang sederhana.

Untuk melewati ini tak mudah dan aku harus memiliki ketenangan jiwa. Cara terbaik adalah memaafkan ketidakpercayaan dari mereka. Meski benar-benar sulit karena apapun yang tersimpan di hati susah untuk sembuh seperti semula. Tapi ada aliran rasa yang membuatku merasa di titik ketenangan bathin. Suami selalu bilang." Jauhkan diri dari zona nyaman karena zona nyaman adalah sehebat-hebat jebakan,kita hidup perlu banyak mensyukuri rasa pahit agar rasa manis yang dianugerahkan kepada kita menjadi terasa sangat bermakna."

Aku bangkit dan harus berdamai dengan semua,kususun dalam tulisan,aku harus bisa membuktikan bahwa aku mampu memapah langkah-langkah buah hatiku. Kusiapkan mentalnya,kudampingi belajarnya,kutorehkan perbekalan-perbekalan kemandirian,bukan sekedar adab tetapi merekapun kubawa mengenal tentang Rabbnya,tentang tujuan hidup yang kukemas dengan bahasa yang bisa mereka cerna. Bahwa bukan sekedar angka dan target yang harus kita susun berderet-deret sepanjang hidup,hingga akhirnya kita kaget dan merasa sia-sia jika semua angka yang kita hitung hanya dikalikan nol saat usia terhenti.  Mereka belajar faham jika segala kegiatan yang mereka lakukan harus karena Allah.

Perjalanan bertahap dari rasa memaafkan melahirkan hal-hal terdamai di lubuk hati. Kini aku menjadi belajar untuk bisa menerima sekecil apapun perkembangan kedua anakku. Merekapun belajar menghargai kemampuannya. Karena bagiku tak perlu banyak target ketika Allah telah menjadi tujuan. Cukup sungguh-sungguh. Meski tak ada guru les piawai bagi mereka,mereka terlatih untuk bisa menghargai arti hidup ini.

Pada akhirnya satu demi satu terhenti dan ada yang datang menangis memelukku memohonkan maaf atas bahasanya yang tak bijak. Kumaafkan dengan ruang ketulusan dari jiwa. Kuucapkan terima kasih atas kata-kata pahit itu. Semuanya menjadi jalan terbaik untuk aku bangkit dan berkembang. Kualirkan semua rasa serta doa kuyakin Allah akan menjaga anak-anakku.

Terima kasih nak telah hadir dalam hidupku dan tetap memaafkan kekurangan-kekurangan wanita ini. Kalian guru terbaik sepanjang masa.

Komentar

  1. Ah.. tulisan nya keren sekali
    Ada perasaan yang kuat tertumpah dari setiap kalimat. Sy jd bs ikut merasakan beratnya menjd seorang bunda. Huah.. hrs belajar banyak dari mbak Rizka. Belajar untuk menganggap buah hati sebagai guru terbaik sepanjang masa T_T

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah,jazaakillah khoiron katsiron.. Terima kasih sudah mampir. Peluk sayang untuk ukhtiy..😍😘

      Hapus
  2. Balasan
    1. Hehe.. Mklum kalau emak2 ya begitulah.. Terima kasih sudah mampir ya.

      Hapus
  3. Jadi penasaran, kenapa membuat keputusan untuk anak homeschooling, Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Type belajar anak saya,mereka tidak suka dengan belajar yg tdk merdeka. Bullying dimana-mana,mereka butuh kesiapan-kesiapan mental yg maksimal. Tanpa sedikitpun sy menilai buruk sekolah formal,meski saya memilih homeschooling.

      Hapus
    2. Keren Teh tulisannya. Anakku baru 4 tahun dan sekarang di TK, tapi udh deg2an juga.

      Hapus
    3. Hai Tats.. Maaf bru bisa bls. Mksh sdh brkunjung ya. Semangat jdi ibu yg hebat. Meski hrs brpayah2 dahulu

      Hapus
  4. saya juga udah kepikiran mau meng-homeschoolingkan anak saya. Nice sharing :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mksh sdh brkunjung... Kuatkan tekad. Insya Allah,semua tantangan akan trlewati dgn baik.

      Hapus
  5. Selalu ada plus minus tentang Homeschooling, cibiran tantang bersosial dan pastinya komunikasi dalam membina jaringan. tapi InsaAllah dengan dia arahkan Ibu dan Ayah yang luar biasa. semuanya dapat teratasi. Keren tulisannya mbak. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya butuh mental baja. Ketika merasa trjatuh,hrs mmpu bngkit 2 kali lipat. Selalu ada kurang dan lebih dri setiap keadaan.

      Hapus
  6. Selalu penuh haru biru tulisannya...

    BalasHapus
  7. Anak saya mau 4th belum punya teman bermain.. alhamdulillah anak betah di rumah.. semangat bu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo semangat bersama. Terima kasih ya sdh berkunjung.

      Hapus
  8. Belajar itu memang adalah proses yang berlangsung seumur hidup =)
    Saya juga merasa begitu. Saya seorang guru, tapi sambil mengajar, saya juga belajar banyak hal dari murid-murid saya =)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai hai teacher. Dan belajar bisa dimana saja ya. Terima kasih sudah berkunjung ya..

      Hapus

Posting Komentar